Al- Qur’an Bagai Dinosaurus
Anda pasti mengenal
Dinosaurus…..?. Binatang Purba yang melegenda, ia hidup di jaman Purba, dan
tidak akan pernah hidup lagi di jaman sekarang. Keberadaannya hanya di museum,
itupun berupa tengkoraknya. Dinosaurus asyik menjadi tontonan anak-anak juga
orang dewasa, digambarkan sebagai sosok binatang yang menakutkan, di film-film
digambarkan sebagai pemakan manusia.
Apakah anda setuju, bila nasib AL-QUR’AN tak ubahnya Dinosaurus di
jaman kini ?. Al-Qur’an hanya jadi bahan bacaan (tilawah, tahsin diperbagus
bacaannya, tajwid, diperlombakan dalam MTQ, diKhotamkan). Mushafnya yang kini
berbentuk Kitab, hanya jadi bahan pajangan, hurufnya diperindah dengan
kaligrafi, bentuknya dibentuk sedemikian rupa, ada Al-Qur’an terbesar, terkecil
ukurannya…!. Terjemah dan maknanya hanya jadi bahan kajian, diskusi, seminar,
diperdebatkan/bukan diamalkan. Walau diamalkan hanya bersifat parsial (dibidang
ritual/ubudiyah saja). Sementara dalam kehidupan lain (Ipoleksosbudhankam),
tidak berpedoman kepada Al-Qur’an.
Dan yang paling miris, dijadikan bahan komoditas politik (dalam kampanye perang
dalil), dan dimanfaatkan ahli Tahayul (dibakar mushafnya, kemudian abunya
dibuat kopi, naudzubillah). Ada lagi seorang mantan menteri Agama (Almarhum),
pernah mengatakan Al-Qur’an sudah tidak relevan, maka perlu Reaktualisasi
Al-Qur’an, diantaranya warisan harus dibagai rata antar perempuan dan laki2).
Seandainya terlaksana
Al-Qur’an hanya dalam cerita-cerita sejarah, lelakon-lelakon penceramah.
sementara dalam kehidupan sehari-sehari…..?.
Seandainya Umat Islam
melaksanakan Al-Qur’an, maka bangsa Indonesia-lah yang paling maju, karena
bangsa Indonesia
mayoritas berpenduduk muslim. Tapi kenyataannya, terkorup, pengirim TKW
(bermasalah lagi), kejahatan merajalela dalam berbagai bidang, ekonomi semakin
sulit.
Kita merindukan Al-Qur’an berlaku di bumi pertiwi ini, walaupun kehadirannya akan
menakutkan layaknya Dinosaurus apabila dihidupkan bagi orang-orang musyrik.
Sehingga tidak mengherankan bila mereka menuduh teroris kepada
orang-orang yang hendak menegakkan terlaksananya Al-Qur’an. Sebagaimana
firmannya, ” Dialah yang telah mengutus seorang RasulNya (Muhammad) dengan
membawa petunjuk (Al-Qur’an) dan Dien yang yang Haq, untuk diunggulkan atas
segala Dien, walaupun orang-orang
Musyrik tidak menyukai”. (Qs At-Taubah [9] : 33).
Demi
mempertahankan eksistensinya, NKRI rela mengorbankan rakyat
NKRI sebagai Negara nasionalisme/Ashobiyah berada di ambang
kehancuran. Hal ini ditandai dengan carut marutnya system yang berlaku.
Korupsi, kolusi, Nepotisme kian menjadi-jadi di berbagai bidang kehidupan.
Karena memang system yang dianutnya kondusif-mengarah demikian. Kejahatan
merajalela, karena hukum yang berlaku tidak membuat pelakunya jera. Sungguh
ironis penjara jadi ajang tempat transaksi Narkoba. Begitupun perjinahan tidak
kalah maraknya, dimana media-media justeru memfasilitasi dan mendorong
masyarakat melakukan perzinahan.
“Dan sesungguhnya kebanyakan penghuni neraka Jahannam adalah dari
golongan Jin dan manusia, mereka telah diberi hati – tapi tidak dipergunakan
untuk memahami ayat-Ayat Allah dengan hatinya, mereka telah diberi pendengaran
tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah, dan mereka telah
diberi penglihatan, tapi tidak dipergunakan untuk melihat ayat-ayat Allah.
Mereka seperti binatang, bahkan lebih sesat dari binatang… (Qs Al-A’raf [7]:
179 )
MORAL ITU
BUKAN AKHLAQ
Kebanyakan orang tidak bisa membedakan
antara moral dengan Akhlaq. Moral yang identik dengan kebajikan, kedermawanan,
sopan santun, senyum, sapa, hormat dan sikap2 terpuji lainnya disebut juga
Akhlaq. Padahal sikap demikian juga dilakukan oleh Shidarta Gautama, Putri
Diana, Bunda Theresa dan orang2 non muslim lainnya. Jika moral adalah akhlaq
apakah Putri Diana seorang yang berakhlaq mulia?.
Jika Akhlaq selalu identik dengan kenyamanan, ketenangan, kedamaian, apakah para mujahid yang berperang dan membunuh di jalan Alloh tidak berakhlaq ?. Atau seorang mujahid yang siap meninggalkan Anak dan istri demi panggilan jihad, dia tidak berakhlaq ?.
Moral adalah kecenderungan sikap manusia, ia berpotensi selalu ingin berbuat kebajikan. Namun belum terjamin dia mendapat nilai dari Alloh, karena tindakannya berdasar instink belaka. sementara Akhlaq adalah sikap seseorang yang berlandaskan Aqidah dengan kesiapan menjalankan Syari’at. Seorang Nabi Ibrahim As yang siap menjalankan perintah Alloh, yaitu menyembelih putranya, Ismail adalah Akhlaq mulia.
Seorang “Da’i” yang selalu menggembar-gemborkan senyum, sapa, hormat, toleran, baik adalah seorang moralis sejati, bukan seorang Da’i Akhlaqiyah, tak ubahnya Putri Diana dan Bunda Theresa. Apalagi isi ceramahnya tanpa dibarengi dengan ayat-ayat Qur’an.
Jika Akhlaq selalu identik dengan kenyamanan, ketenangan, kedamaian, apakah para mujahid yang berperang dan membunuh di jalan Alloh tidak berakhlaq ?. Atau seorang mujahid yang siap meninggalkan Anak dan istri demi panggilan jihad, dia tidak berakhlaq ?.
Moral adalah kecenderungan sikap manusia, ia berpotensi selalu ingin berbuat kebajikan. Namun belum terjamin dia mendapat nilai dari Alloh, karena tindakannya berdasar instink belaka. sementara Akhlaq adalah sikap seseorang yang berlandaskan Aqidah dengan kesiapan menjalankan Syari’at. Seorang Nabi Ibrahim As yang siap menjalankan perintah Alloh, yaitu menyembelih putranya, Ismail adalah Akhlaq mulia.
Seorang “Da’i” yang selalu menggembar-gemborkan senyum, sapa, hormat, toleran, baik adalah seorang moralis sejati, bukan seorang Da’i Akhlaqiyah, tak ubahnya Putri Diana dan Bunda Theresa. Apalagi isi ceramahnya tanpa dibarengi dengan ayat-ayat Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar